Minggu ini sudah masuk minggu ke-empat saya tinggal di kota
Digital ini. Kota yang dibisingkan dengan suara mesin dan suara gesekan duit
kertas. Kota yang tidak menyisakan kebaikan dan keramah tamahan. Kota yang
tidak membedakan antara siang dan malam. Kota yang tanahnya tidak bisa dimiliki,
hanya bisa dipakai. Kota yang juga mereka sebut-sebut daerah bebas pajak atau
Free Trade Zone. Aku tinggalkan kampung halaman demi kampung yang jauh dari
kata aman. Aku tinggalkan kota awan nan bertuah, demi rezeki yang belum pasti tercurah.
Aku acuhkan tawaran kerja di Siak Hulu demi kerja yang tak bertumpu. Aku
tinggalkan cerita indah demi cerita susah yang belum terarah. Tapi jujur, aku jauh
lebih tenang tinggal di sini karena bebas dari awasan dan pertanyaan anggota
CIA (Afdhol). Ini juga sekalian bentuk pelarian dari cinta seseorang yang
begitu besar porsinya dalam hidup saya. Orang yang sudah mengajak saya
membangun Istana kemudian ia mengacak-acaknya. Orang yang membantu saya merangkai
peta perjalanan hidup kemudian mencoret dan menyobeknya. Aku mau menghapus
cerita pahit itu dan mulai merangkai sendiri cerita hidup yang baru. Kok
kepikiran sama dia ya, padahal dia gak pernah itu ingat saya. Mulai lari ini
ceritanya. Astagfirullah......
Pagi-pagi buta kota dengan penduduk 1 juta lebih ini disibukkan
hilir mudik pulang dan pergi kerja. Ada yang ke utara, selatan, ada juga yang
ke timur dan barat. Lapangan kerja tersebar di semua titik. Tak seorangpun yang aku kenal di antara mereka.
Hanya ada abang, kakak serta beberapa teman lama. Tak begitu mau tahu dengan
mereka semua. Setiap orang punya ego yang besar apalagi itu menyangkut masalah
perut yang hanya sejengkal ini. Iya, hingga hari ini tak satupun panggilan
kerja yang saya terima. Padahal sudah muak dan bosan dengan dollar yang sudah
ketara tipisnya. KTP saya yang tak kunjung selesai dari Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil menjadi akar permasalahannya. Lamaran terakhir tadi saya
layangkan ke LP3I Course Centre di kawasan Panbil Mall, Muka Kuning. Saya
kadang berpikir kenapa saya bisa terdampar di Pulau kecil berawa dan berbukit
ini. Padat tak terkendali, rawa mereka timbun, bukit mereka ratakan. Rumah
petak yang berdempetan. Asap kendaraan, asap pabrik dan asap kiriman dari ibu
kandung Riau berkumpul di langit Batam ini. Semuanya sesak dan semakin
menyesakkan dada lagi ketika mengingat dunia akademik saya sekarang ini. Saya
iri dengan kawan-kawan yang sudah masuk sekolah Pasca Sarjana. Awak apa? Beasiswa
S2 saya juga tidak ada titik terangnya. Akreditasi “C” dan kemampuan yang tidak
seberapa serta sejuta persyaratan membuat saya kembali menutup mata. Mimpi
kuliah di Ohio dan Arizona yang aku tulis di buku harian saya sejak 4 tahun
silam itu aku sobek kembali, aku lipat berbentuk segi tiga kemudian aku
masukkan ke kantong kresek hitam, kantong kresek itu aku selipkan di gubuk kecil
di hutan Borneo yang gelap tepat di hulu sungai Kapuas yang dijaga puluhan ular
Anaconda. Siapa ya yang berani bantu saya mengambilnya kembali? Ogahhhh....
Bingung dan bodoh kuadrat pangkat kubik. Indeks Prestasi Kumulatif
yang aku banggakan waktu kuliah dulu tak ada gunanya di sini. Saya tantang
mereka dengan bahasa Inggris dan Arab saya. Heran, mereka malah meminta saya
untuk berbahasa Mandarin berlogat Hokian. Saya sapa mereka dengan sastra
kebaikan, mereka menjawab dengan kejamnya bahasa Akuntansi dan Teknologi. Saya
mencoba suguhkan tetangga dengan makanan Islami, yang ada aku malah disuguhi
ayat Injil dan Bible Surat Paulus. Kucari bangunan berkubah tempat mengadukan
nasib pada_Nya, yang banyak malah bangunan-bangunan berarsitek runcing dengan
simbol salib di atasnya. Ahhhh... Ini Pulau Batam atau Pulau Nias sih pikir
saya. Rasanya turun di Hang Nadimlah, bukan Binaka Airport Gunung Sitoli. Haha.
Aku beranikan melangkah sedikit lebih jauh, berharap bertemu kubah, eh yang ada
malah bangunan dengan ornamen Tiongkok berwarna Merah. Mereka menyebutnya
Klenteng. Ada juga juga yang bilang Vihara dan Vekong atau apalah. Vihara sama
Klenteng memang sama apa? Ya bedalah guys. Haha Sok keren manggil-manggil Guys.
Lol...... Vihara itu untuk ummat Budha, biasanya warna bangunannya itu tidak
begitu mencolok, biasa saja tetapi tetap saja terkesan mewah. Namanya juga
tempat ibadah kelesss..... Alay beyuddd. Ampun Tuhan! Haha. Ini saya kasih
tahu, kalau di Djakarta kita jumpai Masjid terbesar di Asia Tenggara, Istiqlal,
maka di Batam ini kita akan jumpai Vihara terbesar di Asia Tenggara, namanya
Vihara Duta Maitreya. Nah, sekarang Klenteng, Klenteng itu tempat ibadah bagi
penganut Konghuchu. Umumnya cantik dan berwarna merah. Ya, kalau saudara/i
pernah ke Kota Bagansiapi-api dan Selat Panjang pasti sudah familiar dengan
bangunan klenteng itu. Namanya sering disamakan orang karena dulu agama
Konghuchu itu lama biar diakui oleh negara. Mereka masuk dalam kategori Agama
Budha, dan tentu tempat ibadah mereka juga disamaratakan. Itulah negara kita,
NKRI yang sangat toleran dengan kepercayaan agama lain. Tapi kita selalu di
anaktirikan kalau jadi Minoritas di belahan bumi lain.
Oh iya, kembali ke yang tadi. Saya memang biasa
dibesarkan di atas tanah diskriminasi beragama, daerah yang dikelilingi kawasan
Muslim (Aceh, Sumbar dan Riau) tapi tak muslim meski sudah ratusan tahun, aku
sering menyebutnya “Utara”. Penduduk muslim dan kristen Sumatera Utara itu
berbanding 60%/40%. Muslim 60, Kristiani 40. Tapi tempat tinggal saya yang baru
ini justru kebalikannya, 40% Muslim, 60% Kristen. Gereja berdiri kokoh hampir
setiap 100 meter, banyak juga yang malah berdempatan. Sekolah Dasar dan SMP SMA
swasta juga ikut dibangun di sekeliling gereja. Mulai dari HKBP (Huria Kristen
Batak Protestan), HKI (Huria Kristen Indonesia), GPI (Gereja Pendidikan
Indonesia) haha itu UPI kali (Universitas Pendidikan Indonesia), maksud saya
Gereja Protestan Indonesia, ada juga GBKP, GMIM, GIA,Gereja Filadelpia,
Immanuel, Tiranus dan masih banyak lagi. Yang kalau kita bahas ada sampai 120
lebih jenisnya. Kita kan mau bahas Batamnya, bukan Gerejanya. Peace!
Saya juga seringkali ditawarkan untuk mengajar di SD, SMP
dan SMA mereka. SDS Kristen dekat rumah salah satunya. Pertimbangan saya
banyak, meski lama akrab dengan pendeta dan cita-cita saya adalah mencerdaskan
anak bangsa, tetapi tetap saja saya kurang nyaman, saya sudah lama mencari
agama saya ini. Masa kembali lagi ke masa kelam dulu. Agak mengandung SARA ya.
Hehe Ma’af! Saya cuma mau berbagi cerita aja kok.
Sekolah-sekolah
ternama di kota ini juga tak lepas dari sekolah Kristen, katakanlah SMA YS,
Kartini. Ada sih SMAN 1, SMAN 3 dan SMKN 1, tapi tetap saja yang juara kelasnya
orang kita (*batak). Nilai UN mereka tidak hanya terbaik di Batam, tetapi juga
terbaik se Kepri. Sangking banyaknya kristen di sekitar ini, You should know,
ada banyak dan tak terhitung jumlah kedai yang menjual daging segar B2, taukan
B2? Ahh masa gak tahu? Itu Rumah Makan BPK yang banyak di Palas, Rumbai
Pekanbaru itu. Atau yang dekat Danau Toba itu lho. Gak bisa saya nulisnya, we
call it “Pork”. Jadi, untuk makan dan beli jajan di Batam ini harus ekstra
hati-hati. Alangkah lebih afdol jika beli barang mentah dan masak sendiri di
rumah. Lumayan, hidup di batam ini keras guys, kok Guys lagi. Haha. Iya, keras,
masa daun singkong aja ditimbang, bukan per-ikat lagi jualnya. Parah,,, sudah
macam emas semuanya dibuat.
Nah,, untuk meminimalisir minority kita dan karena
kekhawatiran beberapa ulama sekitar, maka ada beberapa pondok Pesantren yang
sengaja didirikan di dekat kawasan ini. Madrasah Aliyah bergengsi, Ponpes
Al-Ukhuwah dan An-Ni’mah di Dapur 12. Saya tahu karena saya masukkan lamaran ke
situ, tapi sayang sudah penuh gurunya. Selain mengajar saya mau berniat hafal
qur’an lagi di sana. Tapi..... ya belum rezeki.
Ok, we keep moving. Pemandangan kota terbesar ke tiga di
Sumatera ini juga beda dengan kota-kota lain di Indonesia. Sok tahu aja, Hehe padahal
saya belum pernah ke Jakarta. “Saya sudah pernah ke Kuala Lumpur dan
Singapura tapi belum pernah ke Ibukota sendiri. Tunggu bukunya terbit
ya! Penukaran uang atau Money Changer akan anda dapati di setiap sudut kota
ini. Maklumlah, selat Singapura tidaklah begitu luas dan dalam. Dollar Amerika,
Singapura dan Ringgit Malaysia banyak dikantongi warga di sini. Ini sudah lebih
baik dibanding tahun-tahun sebelumnya, yang nyaris saja Rupiah tidak terpakai.
Pengumuman pengurus Masjid Babussalam tempat saya biasa tunaikan shalat Jum’at
juga mengundang sedikit tawa bagi saya. “Pendapatan kas masjid kita
jum’at lalu adalah Rp. 1.567.000, 10 Dolar dan 15 ringgit Malaysia”.
Barang jajanan, minuman kaleng juga pasti kita tercengang dibuatnya. Yang
beredar di sini hampir semuanya produksi negara tetangga. Dulu sewaktu kuliah
banyak saya tantang dan salahkan kawan-kawan dari Pulau Rupat Bengkalis yang
berdekatan dengan Negeri Malaysia barat, saya bilang kepada mereka pasca
pemakaian uang Ringgit dan barang Malaysia, “kalian sebagai mahasiswa gak
ada itu ya semacam tindakan untuk memboikot uang dan barang malaysia tu”.
“Seharusnya kalian berada di baris terdepan”, pidato saya tiba-tiba distop.
“Nak makai rupiah bang, mati tak makan kita di sana bang”, “saya juga kalau
udah selesai kuliah nak pindah ke Malaysia bang” cakap dia. Terdiam tanpa
bahasa saya waktu itu. Dan sekarang saya sudah rasakan bagaimana hidup di perbatasan,
ini sudah sangat jauh dari kata lumayan. Gak terbayang nasib saudara kita di
perbatasan Natuna, Anambas, Rupat, Karimun, Kalimantan Barat, Sebatik
(Kalimantan Utara), Maumere dan Merauke. Ahhh....Kata orang Banjar
“Baharunglah” dengan itu semua, toh pemerintah sendiri jarang memperhatikan
nasib warga di garda terdepan negara ini. Saya juga sangat geram bercampur sedih
ketika Pak Jokowi mengatakan kalau kita tidak ada kepentingan di Laut Cina
Selatan pasca percekcokan dengan Tiongkok, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Apakah pak Jokowi tidak tahu kalau Natuna punya cadangan Migas terbesar di ASIA?
Apakah pak Jokowi tidak tahu bagaimana gigihnya warga Natuna bertahan ketika
ingin dicaplok oleh Tiongkok? Tu kan lari lagi, kita kan mau bahas Batamnya
saja. Anehhh..
Stasiun Televisi di sini ada sekitar 28 stasiun (wikipedia).
10 stasiun siaran Nasional, 3 lokal dan 15 Internasional. Karena TV di rumah
tidak dipasang parabola, saya gak pernah lagi menonton siaran Nasional seperti
TVOne, tidak bisa menonton manusia yang terbang-terbang di Indosiar, sinetron
SCTV dan X-Tractor di RCTI dan yang lain-lain. Yang ada hanya siaran Media Crop
dari Singapura, TV7, TV9 Malaysia, dan masih banyak lagi yang bahasa
pengantarnya dengan bahasa China, Thailand, dan Melayu Malaysia. Nonton Upin
Ipin taruih lah pokoknya.
Ada hal unik lagi kalau kita lihat spot lain. Masjid
tempat saya shalat, jamaahnya punya seragam tersendiri gan. Hampir semuanya
memakai baju kerja safety yang masing-masing bajunya bertulis nama PT
mereka, untung gak pakai helm ya. Maklum, +- 300m dari tempat saya banyak
galangan atau perusahaan yang bergerak dalam pembuatan kapal laut (Shipyard)
yang nantinya akan dikirim ke Rusia, Vietnam, Malaysia dan masih banyak lagi. Wahh...
hebat ya batam, bisa ekspor barang ke negara-negara maju. Bukan, kita cuma
anggota suruhan, yang punya perusahaan itu pengusaha dari Singapura dan
Tiongkok. Itu sebabnya rata-rata perusahaan di Batam ini tergantung pada
kondisi Dollar. Kalau Dollar berada pada level aman terkendali, semua akan
baik-baik saja. Tapi kalau lagi tak aman macam yang baru saja terjadi ini (Rp.
14.100/USD), habislah karyawan. Bayangkan, dalam 2 minggu terakhir ini saja
sudah ada 11 Perusahaan yang tutup di Batam ini dan semua karyawannya di PHK.
Miris saudara.
Berbicara tentang elektronik dan otomotif, mungkin semua
orang Indonesia tahu kalau Batam adalah surganya. Iya, kenyataannya memang
seperti itu. Pulau ini adalah satu dari empat kawasan bebas (FTZ) di Indonesia
(Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang di NAD). Handphone dan gadget anak-anak di
sini keren guys. Tapi sayang saya belum punya satupun. Bukan karena mereka kaya
atau banyak duit, tidak. Harganya memang bersahabat. Bisa lebih murah 20 sampai
30 % dibanding tempat lain (colek Pekanbaru). Barang semacam itu
diimport dari Tiongkok, Taiwan, Singapura dan juga Korea. Upsss,, jangan salah
kaprah dulu, kita sering bangga ketika memakai barang buatan luar seperti
Panasonic, Epson, Siemen dan lain sebagainya. Itu memang barang luar negeri
tapi pabriknya banyak di Batam ini. Eleh elehhhhh....! Terus, belum tiga hari
di Batam ini saya sudah melihat seorang lelaki yang baru saja dewasa mengemudi
mobil Lamborgini. Wahhh,,,, ngeri ya gan. Oh iya, belum lama ini saya juga
sempat berkunjung ke SMAN 1 BATAM. Bangunannya benar-benar mewah mencolok. Di
sekeliling sekolah terparkir puluhan mobil mewah yang sudah pasti punya anak-anak
yang di dalam kelas. Kalau di Pekanbaru macam SMA 8, SMA 9 dan SMA 1 lah. Saya
gak terbayang jika jadi tenaga pengajar di sekolah ini. Ahhh,,, pasti shock
berat memikirkannya.
Sekarang kita mau bahas sesuatu yang sedikit tabu, dunia
malam. Seperti yang sudah saya sebut sebelumnya, Batam itu tidak mengenal mana
siang dan mana malam. Kehidupan dunia malam menjadi daya tarik tersendiri
terutama bagi wisatawan mancanegara. Batam itu gerbang ke tiga masuk keluarnya turis
lho setelah Bali dan Jakarta. Gedung pencakar langit Singapura nampak jelas
kalau kita berdiri di pantai Nongsa, selat Singapura. Tak heran kalau di Batam
ini banyak kita temukan diskotik, bar, karaoke dll. Pernah saya baca artikel
yang bunyinya menggelikan “dengan modal ganteng dan cantik saja, anda akan
hidup di Batam”. Segitunya ya saudara. Ampuni dosa hamba Tuhan! Pertebal
iman sebelum datang ke sini ya guys! Selain itu, perusahaan di Batam ini juga
banyak yang menyediakan shift malam, hal ini dimaksudkan untuk mengejar target
produksi. Maka tidak heran, sering terjadi pelecehan, kriminal, perampokan dan
tindakan asusila lainnya. Nyawa manusia tidak begitu berharga di kawasan ini
bro.
Pergaulan di sini memang harus pintar-pintar memilih
kawan. Akhlak dan moral anak-anak memang benar-benar bobrok hancur. Anak SD
saja sudah pacaran. Ada conversation antara seorang gadis yang baru saja masuk
SMP dengan anak SD yang mungkin masih kelas enam. Percakapan itu saya dengar
ketika sedang berwudhu’ di Mushallah kecil sekitar 150 M dari rumah. Cewek
kelas I SMP itu memulai percakapan “Hey, kamu masih sama si itu sekarang?” Anak
kecil itu menjawab “gak lagi, saya gak lama-lama pacarannya, paling lama itu
2 bulan, habis itu ganti lagi”, kamu masih sama si Edo? Balas nya bertanya.
Gak juga, udah lama itu, saya itu juga palingan 1 bulanan, habis itu ganti lagi
biar gak bosan, sekarang aku sama itu, tamat SD Al-Azhar dia, kayaknya kamu kenallah,
dia kenal kok sama kamu. Aku tersipu, pura-pura tak dengar. Aku selesaikan
wudhuku. Aku biacara dalam hati “Aku kenal cewek baru kelas III MTS, itupun
ditolak, aku salah apa Tuhan??? Kok aku masih jomblo sampai detik ini?
Hiks hiks...Alay.
Bagaimana dengan tata kotanya? Dengan modal peta yang aku
beli di Mall SKA Pekanbaru bulan lalu, saya sering melancong sendiri menyusuri
sudut kota, mengukur jalan, dan menyaksikan langsung bentuk kota terbesar di
Kepulauan Riau ini. Harus aku akui kalau tata kota Batam ini memang beda dengan
kota lain. Gak ada banjir, gak ada macet (kadang). Jalan mulus dan lebar, hutan
yang dijaga, lokasi pemukiman khusus dan lokasi Industri juga khusus. Kota yang
di gagas BJ Habibie ini tidak akan ditemui tiang dan kawat listrik yang gentayangan
di atas jalan, terutama sekitar pusat kotanya. Jakarta begitu gak ya? Jadi
kalau mau main layangan gak akan sangkut di kable listrik kok, palingan masuk
cerobong asap pabrik atau jatuh ke laut. Hehe segitunya ya. Itu sebabnya tidak
diperbolehkan menggali tanah walaupun untuk sumur pribadi, kebutuhan air sudah
diurus pemerintah kok. Tinggal buka kran dan bayar. Danau-danau menjadi sumber
air bersih yang sebelumnya sudah disuling. Saya dengar kita juga ekspor Air
bersih ke Singapura berton-ton setiap hari. Legal pula lagi itu. Terus,
walaupun kita punya banyak duit, tapi tetap saja kita gak bisa beli tanah di sini.
Kita hanya diberi hak pakai, bukan hak milik. Inilah yang dikelola oleh otorita
Batam yang sekarang dikenal dengan Badan Pengusahaan. Area yang akan kita
jadikan rumah akan dikenakan pajak UWTO (Uang Wajib Tahunan Otorita). Yang
biasanya per 30 tahun. Jadi kalau kita ingin tetap tinggal setelah 30 tahun,
kita harus perpanjang pajaknya juga. Harga pajak tanah pastinya juga
bervariasi, tergantung bangunan yang akan dibangun diatasnya. Di kawasawan
industri bisa sampai Rp. 95.000/m, kawasan bangunan sosial hanya Rp.1.000/m
saja. Ada sih yang gratis, itu tanah yang di bawah jembatan Barelang itu. Aku
maulah 50M persegi. ???#@$#@#$#??
Now, we’re talking about weather quality (kualitas
udara). Asap kiriman Riau masih sampai kok, itu sebabnya waktu yang tepat itu
ya lagi pas musim asap. Kalau musim asap kan Pekanbaru itu serasa di negeri
awan itu. Nah, saya saranin naiki awannya dan gak lama lagi pasti berhembus ke
langit Batam. Tapi saya gak jamin kalau jatuhnya di cerobong asap pabrik ya.
Lolll,..,,,..! Sekarang panas mana Pekanbaru atau Batam???? 11/12 lah. 12 nya
Batam. Wkwkwk Tapi jangan heran, tenang aja! Kulit kita makin putih ko’ di
batam ini (macam saye ni). Kok bisa?
Bisalah! Pertama kan kulit kita hitam itu. Terus biarkan dibawah terik panas
matahari, yang hitam itu perlahan-lahan memudar kecoklatan karena sengatan 380
C-nya. Rutinlah keluar rumah dan teruslah berharap yang coklat itu luntur
menjadi putih. Ada sih yang berhasil, tapi kebanyakan gagal. Biasanya karena
terlambat diangkat sih, keburu gosong dianya. Hahaha Bodoh!
Terakhir, saya ingin sedikit membuka mindset adek-adek
saya yang sedang sekolah dan kuliah atau siapa saja yang mau baca ini (emang
ada?). Terutama kepada dua orang (IS & AH) yang mau datang ke sini. Dua
orang yang selalu mengekor sejak tujuh tahun silam. Saya masuk MTS Model Darur
Rahman, mereka ikut. Saya mau lanjut ke MAN Model kota Padangsidimpuan mereka
ikut juga. Saya mau kuliah di Djakarta mereka mau ikut juga. Eh gak jadi ke
Jakarta, lulusnya di Pekanbaru, lagi-lagi mereka lulus di tempat saya kuliah.
Dan sekarang saya mau cari kehidupan di Batam, ehhh mereka mau ikut juga. “Nanti
kalau kami lulus kami ikut abang ya bang”. Maunya apa coba? Haha Batam itu
tidak seperti yang kita bayangkan. Kerja yang mudah dan panen duit serta hidup
layak yang selama ini dalam pikiran kita itu tidaklah sepenuhnya benar. Batam
itu kota keras, lebih keras daripada Pekanbaru dan Medan. Kalau tidak punya
skill dan orang dalam, payah juga adinda. Batam ini butuh lulusan Teknik yang
mahir berbahasa Inggris dan Mandarin. Lulusan Manajemen, Ekonomi dan Akuntansi
yang lihai berbahasa Inggris dan Mandarin. Saya bahasa Inggris saja bisanya,
Mandarin lagi belajar dasar. Makanya saya masih nganggur tak jelas. Kalau
lamaran saya ditolak terus, saya berhenti saja melamar pekerjaan. Terus saye
nak lamar anak gadis Melayu sini.Wkwkwkw Gila.
Terus, berpenampilan menarik juga seringkali menjadi
persyaratan di samping skill. Mereka mau menjual skill atau manusianya ya?
Heran ambo dibueknyo. Saya pribadi sih pasti lolos kalau syarat yang ini.
Secara gitu ya kan. Banyak perusahaan yang memberi syarat “berpenampilan
menarik dengan postur tubuh yang bagus”. Adek merasa ganteng gak???? Ambil
cemin sana!!!!! Kalau gak ganteng gak usah datang ke sini ya! Saya memang
salah, saya sudah terlanjur, terlanjur ganteng maksudnya. Iuhhhh.. Ketika
wawancara saya ditanya “apa yang menarik dari anda?” Hmm apa ya buk?
Saya menjawab spontan “tangan saya buk”. Maksudnya? Tanya ibu itu
lagi. “Tangan saya bisa menarik apapun termasuk tangan Ibu, mari buk saya
tarik tangan ibu ke Pelaminan! Ibu itu tersenyum seraya bertanya kembali “Anda
waras?”. Ambil berkas dan buru-buru cari pintu keluar, gak ketemu pintu,
aku lompat dari jendela kaca lantai lima, untung laut dibawahnya^^. Efek
nganggur ya begitu, (Nganggur=Ngawur).
Untukmu yang masih fresh otaknya, sekolah dan kuliahlah
yang benar! Shalatnya jangan lupa, itu yang terpenting. Sebab itu yang
membedakan kita dengan mereka*. Kalian yang lebih tepat jurusannya. Tekniknya
dapat, IPK tinggi, bahasa Inggris lancar (Ibrahim Saleh, ST. /15 Juni 2018).
Terus untukmu sang Photografer dan ahli komunikasi, bahkan berkomunikasi dengan
aktor film di laptop pun bisa (Abdul Halim Perdana Kusuma Attamimi Hasibuan
S.I. Kom), belajarlah yang giat, fasihkan bahasa Inggrismu! Kalau gak bisa
bahasa Inggris atau Mandarin dan gak berpenampilan menarik gak usah datang ke
sini ya! Ma’af kami tidak menerima
lowongan. haha
Untuk semuanya! Rajin-rajin belajar ya adinda! Dulu waktu
kita SD, kita berpikiran kalau berpendidikan S1 itu sudah cukup dan pasti mudah
cari kerja. Ternyata sekarang istilah itu tidak dipakai lagi. Itu “doktrin yang
salah besar adek”. Saya sudah dapat omongan dari beberapa staff dan orang-orang
di sini, Pekanbaru juga pernah. “Pendidikan terakhir adek apa? S1 pak.
Cuma S1 aja ya? Ya Allah, S1 dibilangin “CUMA”. Saya mati-matian
kejar dosen minta tanda tangan. Mereka ada benarnya. S1 itu payah dek sekarang.
Belajar ya, kuliah sampai S3! Semoga kita semua jadi Professor semua. Aamiin!
Otak kita gak kalah kok dengan mereka, hanya saja mereka lebih bejo dan orang
tua mereka lebih tebal dompetnya. Waduhhh,,, saya memang ahlinya memotivasi,
tapi memotivasi diri sendiri gak sanggup. Ampun dahh. Oh iya, saya sekalian
minta do’a ya biar abang diterima kerja. Saya sebenarnya memang gak mau cari
kerja, saya maunya menciptakan lapangan kerja seperti mereka. Jiwa bisnis saya
kurang. But Honestly, saya punya cita-cita sejak lama. Saya mau mengajak kalian
membangun sebuah Pondok Pesantren bernama “Islamic Boarding School 1000
Sarjana. Nanti ya, kalau donaturnya sudah ada. Saya ajak bergabung mau kan dek?
Please! Mau ya! Mau ya! Mau donk.
Ini ada puisi terbitan Republika 2006. Semoga bisa
menggugah.
SEONGGOK JAGUNG
Seonggok
jagung di kamar
dan
seorang pemuda tamat SLA
Tak
ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya
ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia
memandang jagung itu
dan
ia melihat dirinya terlunta-lunta .
Ia
melihat dirinya ditendang dari diskotik.
Ia
melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.
Ia
melihat saingannya naik sepeda motor.
Ia
melihat nomor-nomor lotre.
Ia
melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok
jagung di kamar
tidak
menyangkut pada akal,
tidak
akan menolongnya.
Seonggok jagung di kamar tak akan
menolong seorang pemuda
Yang pandangan hidupnya berasal dari
buku,
Dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
Dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
Yang hanya terlatih sebagai pemakai,
Tetapi kurang latihan bebas
berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari
kehidupan
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan bila hanya
akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan bila hanya
mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibukota?
Kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang belajat
filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja,
Bila pada akhirnya, ketika ia pulang
ke daerahnya, lalu berkata :
“ di sini aku merasa asing dan sepi
!”
Tulisan ini spesial untuk
adek-adek saya; orang-orang bangasawan keturunan Raja Sisingamangaraja XII:
1. Ibrahim Movic
Siregar XIV
2. Abdul Halim
Perdana Kusuma Hasibuan III
Colek yang lain juga lah mana tahu ada saran,
dan sekalian minta doa biar cepat dapat job, dapat jodoh juga boleh:
1.
Ahmad Sunarto Hsb (Pemuncak
UIN 2018)
2.
Irwan Van Cristopher
(Pendeta HKBP Rajawali)
3.
Azhari Parlindungan
Siregar (calon Cumlaude saudara kandung Dr.
Azhari/Ayu Azhari)
4.
Jamil Siregar (Adek Tiri)
5.
Ahmad Shaleh Siregar (Uda
kanduang)
6.
Ongku Hsb (Tulang
Hamoraon)
7.
Eki Andriesta (Kapolda
Bukittinggi)
8.
Ahmad Rivai Hsb (Pengacara
Handal)
9.
Saiful Bahri (FSIH UIN
Suska)
10. Hassan Al-Faqih
( Calon dokter SMK Kesehatan Medan/Andalas Univ)
11. Ilham Efandri
(Adek ganteng dari SMK Taruna, Kota PSP)
12. Abdullah
Surahman El-Habsy (MAN 039 Tembilahan)
13. Anugrah Ilahi
(SMP Tri Bhakti)
14. Ishaq Al-hafiz Hasibuan
(Ustadz Rumbai Pesisir)
15. Kabul
Afganistan Harahap (UIN SU)
16. Akhir Muda
(STAI Dumai)
Wassalam
Singapore Strait, 12 Sep. 15
Zk. Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar